Menurut
cerita rakyat dari mulut ke mulut yang terdapat juga pada kitab Babat
Pati dan kitab Babat lainnya dua pusaka yaitu "KERIS RAMBUT PINUTUNG DAN
KULUK KANIRAGA" yang merupakan lambang kekuasan dan kekuatan yang juga
merupakan simbul kesatuan dan persatuan. Barangsiapa yang memiliki dua
pusaka tersebut, akan mampu menguasai dan berkuasa memerintah di Pulau
Jawa. Adapun yang memiliki dua pusaka tersebut adalah Raden Sukmayana
penggede Majasemi andalan Kadipaten Carangsoka.
Kevakuman Pemerintahan di Pulau Jawa
Menjelang
akhir abad ke XIII sekitar tahun 1292 Masehi di Pulau Jawa vakum
penguasa pemerintahan yang berwibawa. Kerajaan Pajajaran mulai runtuh,
Kerajaan Singasari surut, sedang Kerajaan Majapahit belum berdiri.
Di
Pantai utara Pulau Jawa Tengah sekitar Gunung Muria bagian Timur muncul
penguasa lokal yang mengangkat dirinya sebagai adipati, wilayah
kekuasaannya disebut kadipaten.
Ada
dua penguasa lokal di wilayah itu yaitu. 1. Penguasa Kadipaten
Paranggaruda, Adipatinya bernama Yudhapati, wilayah kekuasaannya
meliputi sungai Juwana ke selatan, sampai pegunungan Gamping Utara
berbatasan dengan wilayah Kabupaten Grobogan. Mempunyai putra bernama
Raden Jasari. 2. Penguasa Kadipaten Carangsoka, Adipatinya bernama:
Puspa Andungjaya, wilayah kekuasaannya meliputi utara sungai Juwana
sampai pantai Utara Jawa Tengah bagian timur. Adipati Carangsoka
mempunyai seorang putri bernama Rara Rayungwulan
Kadipaten Carangsoka dan Paranggaruda Berbesanan
Kedua
Kadipaten tersebut hidup rukun dan damai, saling menghormati dan saling
menghargai untuk melestarikan kerukunan dan memperkuat tali
persaudaraan, Kedua adipati tersebut bersepakat untuk mengawinkan putra
dan putrinya itu. Utusan Adipati Paranggaruda untuk meminang Rara
Rayungwulan telah diterima, namun calon mempelai putri minta bebana agar
pada saat pahargyan boja wiwaha daup (resepsi) dimeriahkan dengan
pagelaran wayang dengan dalang kondang yang bernama "Sapanyana".
Untuk
memenuhi bebana itu, Adipati Paranggaruda menugaskan penggede kemaguhan
bernama Yuyurumpung agul-agul Paranggaruda. Sebelum melaksanakan
tugasnya, lebih dulu Yuyurumpung berniat melumpuhkan kewibawaan
Kadipaten Carangsoka dengan cara menguasai dua pusaka milik Sukmayana di
Majasemi. Dengan bantuan uSondong Majerukn kedua pusaka itu dapat
dicurinya namun sebelum dua pusaka itu diserahkan kepada Yuyurumpung,
dapat direbut kembali oleh Sondong Makerti dari Wedari. Bahkan Sondong
Majeruk tewas dalam perkelahian dengan Sondong Makerti. Dan Pusaka itu
diserahkan kembali kepada Raden Sukmayana. Usaha Yuyurumpung untuk
menguasai dan memiliki dua pusaka itu gagal.
Walaupun
demikian Yuyurumpung tetap melanjutkan tugasnya untuk mencari Dalang
Sapanyana agar perkawinan putra Adipati Paranggaruda tidak mangalami
kegagalan (berhasil dengan baik).
Pada
Malam pahargyan bojana wiwaha (resepsi) perkawinaan dapat
diselenggarakan di Kadipaten Carangsoka dengan Pagelaran Wayang Kulit
oleh Ki Dalang Sapanyana. Di luar dugaan pahargyan baru saja dimulai,
tiba-tiba mempelai putri meninggalkan kursi pelaminan menuju ke panggung
dan seterusnya melarikan diri bersama Dalang Sapanyana. Pahargyan
perkawinan antara " Raden Jasari " dan " Rara Rayungwulan " gagal total.
Adipati
Yudhapati merasa dipermalukan, emosi tak dapat dikendalikan lagi.
Sekaligus menyatakan permusuhan terhadap Adipati Carangsoka. Dan
peperangan tidak dapat dielakkan. Raden Sukmayana dari Kadipaten
Carangsoka mempimpin prajurit Carangsoka, mengalami luka parah dan
kemudian wafat. Raden Kembangjaya (adik kandung Raden Sukmayana)
meneruskan peperangan. Dengan dibantu oleh Dalang Sapanyana, dan yang
menggunakan kedua pusaka itu dapat menghancurkan prajurit Paranggaruda.
Adipati Paranggaruda, Yudhapati dan putera lelakinya gugur dalam palagan
membela kehormatan dan gengsinya.
Oleh
Adipati Carangsoka, karena jasanya Raden Kembangjaya dikawinkan dengan
Rara Rayungwulan kemudian diangkat menjadi pengganti Carangsoka. Sedang
dalang Sapanyana diangkat menjadi patihnya dengan nama " Singasari ".
Kadipaten Pesantenan
Untuk
mengatur pemerintahan yang semakin luas wilayahnya ke bagian selatan,
Adipati Raden Kembangjaya memindahkan pusat pemerintahannya dari
Carangsoka ke Desa Kemiri dengan mengganti nama " Kadipaten Pesantenan
dengan gelar " Adipati Jayakusuma di Pesantenan.
Adipati
Jayakusuma hanya mempunyai seorang putra tunggal yaitu " Raden Tambra
". Setelah ayahnya wafat, Raden Tambra diangkat menjadi Adipati
Pesantenan, dengan gelar " Adipati Tambranegara ". Dalam menjalankan
tugas pemerintahan Adipati Tambranegara bertindak arif dan bijaksana.
Menjadi songsong agung yang sangat memperhatikan nasib rakyatnya, serta
menjadi pengayom bagi hamba sahayanya. Kehidupan rakyatnya penuh dengan
kerukunan, kedamaian, ketenangan dan kesejahteraannya semakin meningkat.
Kabupaten Pati
Untuk
dapat mengembangkan pembangunan dan memajukan pemerintahan di
wilayahnya Adipati Raden Tambranegara memindahkan pusat pemerintahan
Kadipaten Pesantenan yang semula berada di desa Kemiri menuju ke arah
barat yaitu, di desa Kaborongan, dan mengganti nama Kadipaten Pesantenan
menjadi Kadipaten Pati.
Dalam
prasasti Tuhannaru, yang diketemukan di desa Sidateka, wilayah
Kabupaten Majakerta yang tersimpan di musium Trowulan. Prasasti itu
terdapat pada delapan Lempengan Baja, dan bertuliskan huruf Jawa kuna.
Pada lempengan yang keempat antara lain berbunyi bahwa : ..... Raja
Majapahit, Raden Jayanegara menambah gelarnya dengan ABHISEKA WIRALANDA
GOPALA pada tanggal 13 Desember 1323 M. Dengan patihnya yang setia dan
berani bernama DYAH MALAYUDA dengan gelar RAKAI, Pada saat pengumuman
itu bersamaan dengan pisuwanan agung yang dihadiri dari Kadipaten pantai
utara Jawa Tengah bagian Timur termasuk Raden Tambranegara berada di
dalamnya.
Pati Bagian dari Majapahit
Raja
Jayanegara dari Majapahit mengakui wilayah kekuasaan para Adipati itu
dengan memberi status sebagai tanah predikan, dengan syarat bahwa para
Adipati itu setiap tahun harus menyerahkan Upeti berupa bunga.
Bahwa
Adipati Raden Tambranegara juga hadir dalam pisuwanan agung di
Majapahit itu terdapat juga dalam Kitab Babad Pati, yang disusun oleh
K.M. Sosrosumarto dan S.Dibyasudira, diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh
Dandanggula pada : 12 yang lengkapnya berbunyi : ..... Tan alami
pajajaran kendhih, keratonnya ing tanah Jawa angalih Majapahite, ingkang
jumeneng ratu, Brawijaya ingkang kapih kalih, ya Jaka Pekik wasta,
putra Jaka Suruh, Kyai Ageng Pathi nama, Raden Tambranegara sumewa
maring Keraton Majalengka.
Artinya
Tidak lama kemudian Kerajaan Pajajaran kalah, Kerajaan Tanah Jawa lalu
pindah ke Majapahit, adapun yang menjadi rajanya adalah Brawijaya II,
yaitu Jaka Pekik namanya, putranya Jaka Suruh. Pada waktu itu Kyai Ageng
Pati, yang bernama Tambranegara menghadap ke Majalengka, yaitu
Majapahit.
Berdasarkan
hal tersebut, jelaslah bahwa Raden Tambranegara Adipati Pati turut
serta hadir dalam pisowanan agung di Majapahit. Pisowanan agung yang
dihadiri oleh Raden Tambranegara ke Majapahit pada tanggal 13 Desember
1323, maka diperkirakan bahwa pindahnya Kadipaten Pesantenan dari Desa
Kemiri ke Desa Kaborongan dan menjadi Kabupaten Pati itu pada bulan Juli
dan Agustus 1323 M (Masehi). Ada tiga tanggal yang baik pada bulan Juli
dan Agustus 1323 yaitu : 3 Juli, 7 Agustus dan 14 Agustus 1323.
Hari Jadi Pati
Kemudian
diadakan seminar pada tanggal 28 September 1993 di Pendopo Kabupaten
Pati yang dihadiri oleh para perwakilan lapisan masyarakat Kabupaten
Pati, para guru sejarah SLTA se Kabupaten Pati, Konsultan, Dosen
Fakultas Sastra dan Sejarah UNDIP Semarang, secara musyawarah dan
sepakat memutuskan bahwa pada tanggal 7 Agustus 1323 sebagai hari
kepindahan Kadipaten Pesantenan di Desa Kemiri ke Desa Kaborongan
menjadi Kabupaten Pati.
Tanggai
7 Agustus 1323 sebagai HARI JADI KABUPATEN PATI telah ditetapkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor : 2/1994 tanggal 31 Mei 1994,
sehingga menjadi momentum HARI JADI KABUPATEN PATI dengan surya sengkala
" KRIDANE PANEMBAH GEBYARING BUMI " yang bermakna " Dengan bekerja
keras dan penuh do'a kita gali Bumi Pati untuk meningkatkan
kesejahteraan lahiriah dan batiniah ". Untuk itu maka setiap tanggal 7
Agustus 1323 yang ditetapkan dan diperingati sebagai " HARI JADI
KABUPATEN PATI ".